Partai Demokrat menolak terus disalahkan dalam kasus tindak pidana korupsi proyek Hambalang.
Partai berlambang bintang mercy itu justru menyalahkan pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi yang tak menganggarkan untuk melanjutkan proyek tersebut.
“Hambalang itu ya sebetulnya menurut saya itu jangan dilimpahkan terus. Yang bersalah itu pemerintahan selanjutnya karena pemerintahan selanjutnya tidak menganggarkan,” ujar Kepala Badan Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron dalam diskusi virtual, Sabtu (11/3/2023).
Herman menuturkan proyek Hambalang sejatinya bisa saja diselesaikan dalam sisa masa kerja Presiden SBY.
Tetapi, saat itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah untuk tidak melanjutkan proyek Hambalang tersebut.
“Dulu sebetulnya kalau tidak dicegah oleh KPK untuk dilanjutkan sudah selesai Hambalang itu. Diselesaikan oleh pemerintah. Tentu para pelakunya sudah dihukum melalui mekanisme hukum,” ungkap dia.
Karena itu, Herman meminta semua pihak tidak terus menggulirkan kasus proyek Hambalang ke arah partai Demokrat.Dia menyebut tudingan-tudingan tersebut digerakkan oleh buzzer.
“Jadi jangan argumentasinya ke Hambalang itu argumentasi tidak berdasar dan menurut saya tidak etis lah. Jadi setiap kali ini nanti buzzer yang mengirim ini ini. Sudah pasti itu karena kalau mau ditelusuri saya bisa memberikan keterangan tapi saya tidak mau membuat polemik di sini siapa yang sesungguhnya terlibat di dalam,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika mengungkapkan kejanggalan pada kasus mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum hingga dijebloskan ke penjara.
Anas Urbaningrum merupakan terpidana kasus korupsi proyek Hambalang saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden.Gede Pasek merasa janggal ketika Anas Urbaningrum ditersangkakan menerima gratifikasi Toyota Harrier, sementara dalam sidang peninjauan kembali (PK) tidak terbukti.
“Ditersangkakan menerima gratifikasi mobil Harrier hingga akhirnya berhenti jadi Ketum tapi di putusan PK itu tidak terbukti,” kata Gede Pasek saat dihubungi, Rabu (1/3).
Selain itu, dia juga menilai hingga kini belum jelas kasus yang menjerat Anas Urbaningrum terjadi di kementerian atau lembaga mana.
“Malah dihukum dengan gratifikasi berbagai proyek lain yang bersumber dari APBN tetapi sampai saat ini tidak dijelaskan di lembaga atau kementerian mana kasusnya,” ujar Gede Pasek.
Gede Pasek juga menyinggung surat perintah penyidikan (sprindik) Anas yang dinilainya ada kejanggalan.
“Hanya ada satu kasus sprindik dengan tambahan dan proyek proyek lainnya. Sampai sekarang tidak pernah ada lagi di kasus mana pun. Itulah salah satu contohnya,” imbuhnya.
Surat Anas Urbaningrum
Jelang bebas, Anas Urbaningrum, menuliskan surat melalui secarik kertas yang isinya kini beredar luas di media sosial.
Diketahui, Anas Urbaningrum adalah terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, yang dijerat hukuman penjara selama 8 tahun.
Lewat akun Twitter milik @anasurbaningrum pada Rabu (1/3/2023) ia menulis sebuah surat dengan tulisan tangan yang berisi:
“Ada saatnya pergi, ada waktunya pulang. Insyaallah beberapa waktu tersisa menjalani pengasingan akan tunai dengan baik. Saya paham para sahabat marah terhadap kezaliman dan kriminalisasi. Tetap tenang, sabar, dan menjaga suasana kondusif adalah hal yang baik untuk dilakukan. Kita akan terus berjuang bersama untuk keadilan dengan cara yang baik dan penuh tanggung jawab. Salam keadilan.”
TTD Anas Urbaningrum