Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, memberikan sambutan hangat dan penuh humor saat menghadiri Konferensi Koordinator Cabang (Konkorcab) PMII di Jawa Timur.
Dalam pidatonya, Emil sempat menyinggung soal dinamika kaderisasi di organisasi mahasiswa ekstra kampus, termasuk peluang kader PMII untuk menjadi pemimpin masa depan di berbagai lini, termasuk di kancah politik nasional.
Dengan gaya santai, Emil menyinggung soal ketertarikan partai-partai politik terhadap sosok-sosok potensial di tubuh PMII, terutama Ketua KOPRI dan Ketua PMII.
“Mau ngambil ketua Kopri sama ketua PMII ini ya Jawa Timur nih PKB, apa ntar diambil Demokrat atau partai lain. Waktu kita berdua kelamaan ngobrol, diambil Golkar,” kelakarnya disambut tawa peserta.
Emil juga menuturkan bagaimana sang istri, Arumi Bachsin, secara mandiri memilih masuk PMII.
“Itu pilihan dia sendiri. Hebat juga PMII ini prospek calon anggotanya. Dia sampai bilang, ‘Mas, aku masuk PMII,’ dan ikut latihan dasar juga,” katanya bangga.
Bahkan kini, lanjut Emil, Arumi juga berada di bawah kepemimpinan Mas Thoriq di struktur PMII. Namun, lebih dari sekadar organisasi, Emil menekankan bahwa PMII memiliki nafas ideologis yang kuat sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama.
“PMII itu napasnya NU, hadir sebagai power agar NU eksis di kampus. Meskipun, kenyataannya, kader NU ada di mana-mana. Bahkan di Muhammadiyah juga banyak,” katanya mengutip pernyataan Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
Ia juga menilai hubungan antarkader di organisasi Cipayung seperti PMII, HMI, GMNI dan lainnya sangat cair secara sosial, namun tetap tegas saat menyangkut nilai dan ideologi.
“Guyonannya pragmatis, tapi kalau soal ideologi, nadanya langsung berubah, tegas. Mas Usman itu kalau demo kencang, padahal sebelumnya ngopi bareng,” ungkapnya.
Pengalaman menjadi Bupati Trenggalek juga sempat ia singgung saat menerima demo dari PMII.
“Waktu itu demo di hari pendidikan, masuk pendopo, disiapkan kursi, mereka enggak mau duduk. Saya bilang ke protokol, ya biarin aja, karena ini bagian dari perjuangan,” kisah Emil.
Lebih jauh, Emil membahas pentingnya sinergi antara afirmasi dan meritokrasi dalam proses kaderisasi.
Menurutnya, dua hal ini sering kali sulit diseimbangkan, tetapi penting untuk digarap dengan seni kepemimpinan.“Kalau afirmasi itu melihat latar belakang, kalau meritokrasi enggak peduli asal-usul. Menyatukan ini memang enggak mudah,” terangnya.
Emil berharap kader PMII yang berhasil menembus ruang strategis bisa menjadi lokomotif bagi sahabat-sahabatnya.
Namun ia mengingatkan, semangat itu jangan eksklusif. “Pak Muhaimin Iskandar tentu memperhatikan kader PMII, tapi tidak eksklusif. Sama seperti Mas Thoriq,” ucapnya.
Menutup sambutannya, Emil menyentil bahwa dirinya sudah “dikepung” oleh PMII baik di rumah maupun di kantor.“Bos saya di rumah dan bos saya di kantor, dua-duanya dari PMII. Yang satu versi rumah tangga, yang satu versi pemerintahan,” ujarnya sambil tersenyum.