Wali murid ternyata tidak hanya dibebani harga seragam SMA negeri saja. Namun murid juga harus membeli jas almamater. Penambahan atribut itu dipertanyakan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, karena di luar seragam SMA.
Seperti halnya jas almamater. Emil menyebut, penambahan atribut itu tentunya akan menambah beban bagi wali murid, khususnya dari keluarga kurang mampu.
“Seragam khas itu nambah-nambahi saja. Saya heran, apalagi jas almamater itu ya. Jangan menambah atribut yang akan memberatkan siswa dan wali murid,” katanya, Selasa, 25 Juli 2023.
Suami Arumi Bachsin itu berjanji akan menelusuri bersama Diknas Jatim, soal penjualan kain seragam yang harganya selangit. Emil memastikan oknum yang memark up harga seragam adalah sebuah pelajaran.
“Harga tidak wajar itu pelanggaran, apalagi mark up harga, itu tidak masuk akal,” tuturnya.
“Kalau ada ketidakwajaran harus kita proses, kita cermati. Nggak bisa langsung dibandingkan di e-commerce yang misal jualan lebih murah. Jangan asal di-compare juga,” paparnya.
Emil menegaskan, kasus harga seragam yang mahal ini seharusnya tidak terjadi. Mengingat Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah membuat pakta integritas dengan kepala sekolah dan komite sekolah, agar tidak ada pungutan liar.
“Pungutan tidak wajib. Termasuk seragam tidak wajib beli,” tuturnya.
Pria yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jatim itu, akan mengevaluasi koperasi yang menjual seragam dengan harga jutaan rupiah. Jika koperasi terbukti memark up harga seragam, maka pengelola koperasi diberi sanksi dan dilarang menjual seragam
“Keputusan itu tidak tertutup. Koperasi punya hak menjual apa saja, kami tidak menutup . Tapi perlu diingat keputusan pemerintah tidak diambil dengan emosi sesaat,” ujar Emil.
Emil menerangkan pemerintah dalam hal ini Diknas tidak boleh mengabaikan masalah yang terjadi. Apalagi hingga viral. Pemerintah akan mengambil keputusan yang adil untuk murid.
Emil mengaku sudah mengecek kebenaran soal kain seragam yang harganya terlampau tinggi. Di mana ada harga seragam Rp300 ribu dan Rp500 ribu. Selanjutnya Emil membandingkan dengan e-commerce penjual kain atau seragam.
“Membuat keputusan tidak boleh kesusu (terburu-buru). Ini sudah kelas pada mulai. Kita sedang cermati apakah harganya ada mark up tinggi? Apakah koperasi tidak bisa memberi harga yang kooperatif. Ini kita kawal dan cermati agar masalah klir,” pungkasnya.